Dokter Hewan Komentari Masuknya Monyet ke Desa di Sukabumi

Gardaanimalia.com - Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) datang secara bergerombol ke Kampung Kubang, Desa Cisarua, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Minggu (2/6/2024).
Monyet hampir masuk ke dalam rumah melalui celah kaca. Mereka juga sempat mengejar anak kecil dan masuk ke dalam warung warga.
Pihak Petugas Penanggulangan Bencana Kecamatan (P2BK) Nagrak menerangkan bahwa kemunculan monyet diduga dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan Tol Bocimi Seksi 3. Sebabnya, pembangunan tersebut berdekatan dengan Hutan Ciirateun yang merupakan habitat monyet.
Merespons hal ini, pihak Resor Sukabumi BBKSDA Jawa Barat telah datang ke lokasi untuk melakukan pengecekan di lapangan pada Selasa (4/6/2024).
Dari pengecekan, BKSDA mengatakan bahwa pihaknya bersama pemerintah setempat perlu melakukan upaya penangkapan terhadap monyet, khususnya di wilayah perkebunan tempat mereka bersembunyi.
BKSDA juga mengimbau masyarakat agar tidak memberikan makanan kepada monyet ekor panjang yang datang.
Dokter hewan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Janipa Saptayanti mengonfirmasi bahaya memberi makanan pada monyet ekor panjang.
"MEP (monyet ekor panjang) akan terbiasa dan bergantung dengan pemberian makan oleh manusia, dan hal ini membuat monyet menjadi 'pengemis'," kata Janipa.
Karena terbiasa diberi makan, monyet akan menjadi agresif ketika makanan tidak lagi diberikan. Mereka akan datang ke perumahan dan warung warga untuk mencari makanan.
Selain itu, risiko kecelakaan lalu lintas juga meningkat karena monyet sering berkerumun di pinggir jalan akibat diberi makan oleh pengendara yang lewat.
Selain mengancam keselamatan manusia dan monyet, interaksi negatif antara keduanya juga berisiko menularkan penyakit-penyakit tertentu (terjadi zoonosis).
"Seperti TBC, kecacingan, penyakit kulit seperti jamur, dan lain-lain," kata Janipa.
Manusia Masuk ke Rumah Monyet
Janipa berpendapat, tingginya interaksi negatif antara monyet dan manusia seperti yang terjadi di Sukabumi merupakan akibat dari menyempitnya habitat monyet.
"Kasus-kasus yang terjadi saat ini karena kita yang masuk ke rumah mereka," katanya.
Janipa juga menambahkan, perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap ketersediaan pakan satwa di hutan.
Salah satu hal yang dapat mengurangi jumlah interaksi negatif ini adalah dengan menanam pohon-pohon yang menjadi pakan satwa di sekitar hutan. Ini agar monyet tidak perlu masuk ke permukiman untuk mencari makanan.
Janipa menambahkan, jika memungkinkan, masyarakat dapat berkebun di daerah yang jauh dengan kawasan hutan. Meskipun begitu, Ia paham bahwa hal itu adalah hal yang sulit dilakukan.
"Kita tidak bisa mengontrol monyet yang kelaparan mencari makan di mana. Mereka akan makan apa yang ada di hadapan mereka," katanya.
Karena dalam kondisi saat ini interaksi negatif kerap tidak dapat dihindari, maka pihak pemerintah perlu menyokong masyarakat dalam melakukan penanganan.
"Memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk tindakan pertama saat bertemu monyet ekor panjang, sediakan hotline yang bisa dihubungi saat ada monyet ekor panjang yang masuk ke permukiman warga," kata Janipa.
Selain itu, Janipa menekankan, pemerintah perlu melakukan edukasi tentang pentingnya keberadaan monyet ekor panjang di hutan, dan mengimbau agar warga tidak membabat hutan.
Jika interaksi negatif terjadi, hal yang paling penting dilakukan masyarakat adalah untuk tidak melakukan provokasi.
"Jangan berusaha memukul mereka karena mereka akan menyerang balik," kata Janipa.
Masyarakat juga perlu segera melindungi anak-anak dan warga lansia karena mereka umumnya menjadi sasaran utama para monyet yang merasa terancam.
Terakhir, masyarakat perlu berkoordinasi dengan BKSDA dan Non Govermental Organization (NGO) setempat untuk menggiring satwa kembali ke dalam habitatnya.
"Tentunya harus didampingi oleh BKSDA untuk melakukan relokasi atau penggiringan," pungkas Janipa.

Diduga Kabur, Seekor Merak Diselamatkan di Bandung
04/09/24
Jual Satwa Dilindungi, Remaja di Cirebon Ditangkap Polisi
03/09/24
Lima Owa Jawa Pulang ke Gunung Puntang
18/08/24
Belasan Satwa Dilepasliarkan di Sanggabuana
26/06/24
Jejak Karnivor Besar Terlacak di Gua dan Lokasi Konflik
07/06/24
Dokter Hewan Komentari Masuknya Monyet ke Desa di Sukabumi
06/06/24
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung

Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI

Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam

Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka

Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet

Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan

Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah

Disebut Dapat ‘Bagian’ dari Perdagangan Sisik Trenggiling, Hakim Minta Kanit Polres Asahan Dipanggil

Serka Yusuf dan Serda Dani Jemput 1,2 Ton Sisik Trenggiling dari Polres Asahan di Malam Hari

Terdakwa Kasus 292,3 Kilogram Sisik Trenggiling Divonis Bebas!

Penyelundupan Ratusan Reptil Ilegal Berhasil Digagalkan di Pelabuhan Bakauheni

Muncul di Kuningan, BKSDA Sarankan Pengusiran Mandiri

Niagakan 165 Kilogram Sisik Trenggiling, 1 Tersangka Ditangkap dan Lainnya dalam Pengejaran

Persidangan Ungkap Fakta, 1,2 Ton Sisik Diduga Berasal dari Gudang Polres

Menyoroti Kaburnya Monyet di BPBD Kabupaten Tangerang dan Pentingnya Kesejahteraan Satwa Liar
