[caption id="attachment_23919" align="aligncenter" width="1066"] Elang jawa (Nisaetus bartelsi), salah satu spesies dilindungi yang dilepasliarkan di Pegunungan Sanggabuana pada Selasa (25/6/2024). | Foto: Sanggabuana Conservation Foundation[/caption]
Gardaanimalia.com - Sebanyak 12 ekor satwa berhasil dilepasliarkan di kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Selasa (25/6/2024).
Proses pelepasliaran tersebut melibatkan empat spesies satwa liar, tiga di antaranya berstatus dilindungi.
Ketiga spesies tersebut adalah landak jawa (Hystrix javanica) sebanyak 5 ekor, elang jawa (Nisaetus bartelsi) sebanyak 1 ekor, dan elang brontok (Nisaetus cirrhatus) sebanyak 2 ekor.
Sementara itu, satu spesies satwa yang tidak dilindungi adalah ular sanca kembang (Malayopython reticulatus) sebanyak empat ekor.
Founder dan Dewan Pembina Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) Bernard T Wahyu Wiryanta mengatakan, seluruh satwa tersebut merupakan hasil sitaan dan serahan masyarakat.
"Satwa-satwa dilindungi ini merupakan satwa serah terima sukarela dari masyarakat. Sebagian lagi merupakan hasil sitaan dari para pemburu," kata Bernard kepada Garda Animalia, Rabu (26/6/2024).
Para pemburu tersebut berhasil diedukasi oleh pihak Detasemen Pemeliharaan Daerah Latihan (Denharrahlat) Kostrad Sanggabuana dan Sanggabuana Wildlife Ranger yang dibentuk oleh SCF.
SCF adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang berfokus pada perlindungan dan pelestarian alam di sekitar Pegunungan Sanggabuana.
Selain satwa yang berhasil dilepasliarkan, terdapat beberapa satwa lain yang masih dalam proses perawatan dan rehabilitasi seperti trenggiling (Manis javanica), kukang jawa (Nycticebus javanicus), dan owa jawa (Hylobates moloch).
"Untuk jenis-jenis raptor kemudian direhabilitasi di Pusat Konservasi Elang Kamojang dan jenis primata direhabilitasi di Aspinal Foundation di Bandung," kata Bernard.
Bernard mengutarakan, proses pelepasliaran berlangsung lancar.
Terdapat satu tantangan ketika tim melaksanakan proses persiapan pelepasliaran, yaitu pada saat proses pembuatan kajian yang dilakukan oleh pihak BKSDA.
"BBKSDA [Jawa Barat] harus melakukan survei lapangan untuk membuat kajian. Apakah kawasan Sanggabuana layak untuk pelepasliaran satwa tersebut, bagaimana dukungan ekologinya, potensi ancaman, ketersediaan pakan alaminya, dan potensi predator pesaingnya," terang Bernard.
[caption id="attachment_23921" align="aligncenter" width="1600"]
Proses pelepasliaran satwa-satwa yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di Pegunungan Sanggabuana. | Foto: Sanggabuana Conservation Foundation[/caption]
Selain pihak SCF, pelepasliaran ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan. Yaitu pihak KLHK, TNI, Pemerintah Daerah Karawang, dan Yayasan Margasatwa Tamansari (Bandung Zoo).
Hadir juga PT Geothermal Energy Tbk Area Kamojang dan Cabang Dinas Kehutanan Wilayah II Purwakarta dalam kegiatan ini.
Upaya Menuju Taman Nasional
Bernard mengatakan, pihak SCF saat ini sedang dalam proses pengajuan perubahan fungsi kawasan hutan Sanggabuana menjadi kawasan konservasi. "Dari kajian kami, idealnya adalah menjadi taman nasional," kata Bernard. Usulan tersebut menurutnya sudah diterima oleh Komisi IV DPR serta Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar dalam Rapat Kerja pada 22 September 2021 silam. Pegunungan Sanggabuana memang terbukti cocok menjadi habitat banyak satwa liar. Sampai saat ini, pihak SCF telah mendata keterdapatan 339 spesies satwa liar di sana, dan 41 di antaranya merupakan spesies dilindungi. Salah satu spesies tersebut adalah elang jawa yang merupakan flagship species dan burung endemik Jawa. Flagship species merupakan spesies yang dianggap dapat menarik perhatian publik dan menjadi simbol konservasi dari satu wilayah tertentu.