Diduga pelihara dan jual kura-kura impor, DR ditangkap kepolisian. Hewan langka yang bukan asli Indonesia kini tidak luput dari perhatian pemerintah. Kerja sama antar lembaga penegak hukum dan lembaga otoritas lainnya terus digalakkan guna memberantas tindak pidana terkait satwa liar ini. Di antaranya dengan menerapkan Undang-Undang Karantina untuk memidanakan para pelaku yang memiliki satwa-satwa dari luar negeri secara ilegal.
Hal ini yang kemudian terjadi pada DR, terdakwa kasus kepemilikan dan pemeliharaan kura-kura endemik Madagaskar. Berdasarkan hasil penyelidikan, DR terbukti menyimpan kura-kura endemik Madagaskar di kediaman pribadinya. Kini, terdakwa DR telah dituntut pidana kurungan penjara dan denda pada persidangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (30/07).
“Terdakwa terbukti memiliki dua individu kura-kura di halaman rumahnya dengan tidak memiliki dokumen atau sertifikat resmi dari negara asal yaitu Madagaskar,” ungkap Didit Prastowo, Jaksa Penuntut Umum terdakwa DR di PN Jakarta Timur.
Dalam persidangan, Didit menuntut terdakwa 6 bulan kurungan penjara dengan masa percobaan 1 tahun. Selain itu, terdakwa juga diminta untuk membayar denda Rp 50 juta atau subsider 6 bulan kurungan.
“Tuntutan ini diberikan karena terdakwa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pasal 5 Undang-undang RI No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina, Hewan, Ikan dan Tumbuhan,” tegasnya.
Dia menjelaskan, Undang-undang No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan, mengatur bahwa dalam kepemilikan satwa jenis apapun dari luar negeri harus memenuhi persyaratan seperti Health Certificate (HC) dari negara asalnya. Di samping itu, pemilik juga harus melalui tempat pemasukan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah RI, serta dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina untuk keperluan tindakan karantina.
“Namun, ia tidak melakukan prosedur sebagaimana yang telah disebutkan di atas,” jelas Didik.
Penangkapan DR bermula dari inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh Unit Tipidter Bareskrim Mabes Polri di rumahnya di Jalan Cililitan Kecil, Kramat Jati, Jakarta Timur pada Agustus 2017. Dalam sidak itu terdakwa kedapatan menyimpan dua individu kura-kura endemik Madagaskar jenis Astrochelys radiata tanpa memiliki surat atau sertifikat pendukung lainnya.
Tantyo Bangun, Ketua Yayasan IAR Indonesia mengatakan, kura-kura jenis Astrochelys radiata ini merupakan salah satu jenis kura-kura yang paling banyak diperdagangkan secara ilegal di seluruh dunia. Padahal jenis itu berstatus terancam punah dan masuk ke dalam kategori kritis di daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) serta terdaftar dalam Lampiran I CITES. Itu artinya, satwa ini tidak boleh dimanfaatkan ataupun diperdagangkan dalam bentuk apapun.
Untuk itu, dia mengapresiasi upaya pemerintah yang serius memproses kasus kepemilikan dan pemeliharaan kura-kura tersebut. Karena menurutnya, perdagangan ilegal satwa liar seperti kura-kura Madagaskar ini merupakan bentuk kejahatan lintas-negara yang harus ditangangi secara khusus dengan kerja sama antar-negara.
“Kami melihat tanggapan baik dari penegak hukum di Indonesia yang semakin menunjukan komitmennya. Dengan komitmen ini penegakan hukum dapat berjalan tanpa memandang asal negara satwa tersebut, sepanjang tidak legal dapat ditindak,” jelasnya.