Berita

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

29 April 2025|By Arifa
Featured image for Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Gardaanimalia.com - Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang pada Rabu (23/4/2025) menjatuhkan pidana penjara 2 tahun kepada lima pemburu burung liar di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Kelima terdakwa tersebut adalah Jaja Miharja, Sarmin, Ruhiyat, Sukmajawa, dan Darma Wangsa.

Mereka dinyatakan terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana turut serta dalam kegiatan mengambil benda hidup yang secara alamiah berada di kawasan pelestarian alam, sesuai dakwaan alternatif pertama penuntut umum.

Penangkapan terhadap kelima terdakwa terjadi pada Oktober 2024.

Mereka ditangkap saat berada di Semenanjung Ujung Kulon, zona inti yang merupakan habitat badak jawa, serta area yang sangat dilarang untuk dimasuki.

"Ditemukan sepuluh burung hasil perburuan. Burung tersebut merupakan satwa yang dilindungi dan berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem hutan di Ujung Kulon," kata Kepala Balai TNUK Ardi Andono dalam rilis, Sabtu (26/4/2025).

Satwa yang diamankan petugas terdiri dari 3 ekor burung cucak ranting atau cucak daun (Chloropsis cochinchinensis), 6 ekor burung kores atau empuloh jenggot (Alophoixus bres), dan 1 ekor burung seruling atau kacembang gadung (Irena puella).

Selain itu, turut diamankan sejumlah barang bukti berupa 10 unit handphone, 4 buah power bank, baterai, kabel charger, senter kepala, lampu penerangan, benang jahit, serta alat yang diduga digunakan untuk merusak camera trap pemantau badak jawa.

Adapun proses penangkapan ini turut melibatkan personel gabungan dari Brimob Polda Banten, TNI melalui Babinsa, serta petugas Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dan Yayasan Badak Indonesia (YABI).

Atas perbuatannya, kelima terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sejumlah Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan subsider kurungan 3 (tiga) bulan apabila denda tidak dibayarkan.

Masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Pidana bagi Pemburu Burung: Penerapan UU Nomor 32 Tahun 2024

Persidangan ini merupakan kasus pertama di kawasan konservasi yang menerapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya hingga putusan. UU ini merupakan perubahan dari UU Nomor 5 Tahun 1990.

Perubahan ini bertujuan untuk memperkuat perlindungan terhadap sumber daya alam hayati dan ekosistem dengan memberikan sanksi yang lebih tegas terhadap pelaku kejahatan di kawasan konservasi.

"Semoga dengan putusan ini dapat memberikan efek jera dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif dari perburuan ilegal, serta menjadi langkah penitng dalam penegakan hukum perlindungan satwa di Indonesia," tambar Ardi. 

Meski demikian, UU ini pernah menjadi polemik pada proses pengesahannya. Khususnya terkait dengan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat.

Dalam pasal 37 Ayat (3), misalnya terdapat ketentuan yang memperbolehkan pelibatan masyarakat hukum adat dalam kegiatan konservasi, tetapi tidak ada pengakuan yang cukup jelas mengenai hak pengelolaan atas tanah atau wilayah adat mereka.

Hal ini tentu menyebabkan kekhawatiran bahwa masyarakat hukum adat bisa terpinggirkan atau bahkan dirugikan.

Selain itu, Pasal 9 Ayat (2) dalam UU ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan beberapa pihak, karena menyatakan bahwa setiap orang pemegang hak atas tanah di areal preservasi yang tidak bersedia melakukan kegiatan konservasi harus melepaskan hak atas tanah dengan ganti rugi.

Pasal ini berisiko untuk mengabaikan hak-hak masyarakat hukum adat atas wilayah mereka dan berpotensi menyebabkan perampasan tanah atas nama konservasi, yang bisa merugikan masyarakat yang selama ini hidup berdampingan dengan alam.

Arifa

Arifa

Belum ada deskripsi

Related Articles