Pesut Mahakam, Satwa Indikator Kesehatan Kawasan Perairan yang Terancam Punah

Gardaanimalia.com - Pesut mahakam atau Orcaella brevirostris merupakan salah satu satwa endemik lumba-lumba air tawar di Indonesia. Pesut berhabitat di area Sungai Mahakam yang membentang sepanjang 920 kilometer di Kalimantan Timur.
Satwa dilindungi ini digadang-gadang menjadi satwa paling langka di Indonesia setelah populasinya menurun drastis.
Dalam beberapa tahun terakhir, populasi mamalia air ini menyusut dari jumlah 88 ekor pada tahun 2005 menjadi 81 ekor pada periode riset tahun 2018-2019 berdasarkan penelitian YK RASI.
Pemicu terbesar kematian satwa ini disebabkan oleh jejaring alat-alat nelayan seperti rengge yang menghambat lalu lintas pesut tersebut.
Selain itu, lalu lintas perkapalan juga turut menyebabkan kematian pesut sebesar 10 persen. Satwa ini diketahui memiliki kecepatan renang yang cukup lambat dalam kurun waktu 25km/jam, tidak seperti jenis lumba-lumba di laut.
Dengan demikian, beberapa kapal ditemukan berbenturan dengan pesut mahakam yang akhirnya menyebabkan cedera hingga kematian.
“Untuk alasan penyebab mati, kebanyakan mati di dalam jaring nelayan, jadi 66 persen. Untuk tahun 2018 ada penyebab kematian lain diduga pesut banyak yang mati habis makan ikan yang diracuni,” jelas Peneliti Yayasan Konservasi RASI, Danielle Kreb dikutip dari Voa Indonesia.
Baca juga: Mengenal Surili Jawa dan Peranannya dalam Regenerasi Hutan Tropis
Berdasarkan penelitian mamalia laut oleh Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), status populasi pesut mahakam dinobatkan kritis, satu langkah sebelum punah, oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Namun faktanya, pesut memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem habitatnya.
Menurut tinjauan jurnal akademisi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, pesut mahakam diketahui sebagai satwa yang dapat memberikan indikasi kesehatan sebuah kawasan perairan dan penanda keberadaan ikan yang banyak.
Di sekitar sungai Mahakam, banyak ditemukan jenis pohon kahoi yang dapat menyisir dan menjaga suplai pakan pesut berupa hewan hecil seperti ikan-ikan kecil, udang, dan cumi kecil.
Pohon kahoi diketahui memiliki kemampuan menjadi penentu kualitas air karena dengan perairan yang baik maka bibit-bibit ikan yang baik akan tersedia untuk pakan mamalia air ini.
Dengan peran penting dan status kritis kepunahan yang disematkan pada pesut mahakam, berbagai macam upaya konservasi terus dicanangkan, baik oleh pemerintah maupun organisasi masyarakan terkait lingkungan dan alam.
Pada bulan Maret 2020, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur menandatangi SK Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam seluas 43,117,22 hektar.
Upaya konservasi dari pemerintah juga merupakan hasil kerjasama dengan Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (YK RASI). Luasan konservasi yang ditandatangani turut mencakup zona inti dengan pelarangan ketat penangkapan ikan seluas 1.081,28 hektar.
Zona perikanan berkelanjutan juga dibatasi seluas 14.497,65 hektar berikut dengan kawasan seluas 24.355,06 hektar untuk zona rehabilitasi dan perlindungan hutan gambut dan rawa-rawa.
Seluruh cakupan kawasan konservasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas air dan menjaga populasi pesut yang semakin kritis dengan angka kematian mencapai 66 persen.
SK Pencadangan Konservasi dari Bupati Kutai Kartanegara juga dinilai oleh peneliti RASI dapat menjadi instrumen perlindungan ekosistem hidup pesut mahakam dari ancaman gangguan industri sawit dan batu bara.

BKSDA Kalteng Selamatkan Dua Orangutan dalam Dua Hari
26/02/25
Payang, Bayi Orangutan yang Diselamatkan dari Kejaran Anjing
18/02/25
Orangutan Viral di Kawasan Tambang Akhirnya Dievakuasi
17/02/25
Tiga Orangutan Kelaparan Mencari Makan di Kebun Sawit, BKSDA Lakukan Pemantauan
13/02/25
Kesalahan Penanganan Diduga Sebabkan Kematian Orangutan yang Tersengat Listrik
05/02/25
Dugong Fitri yang Terjerat Jaring Berhasil Dilepasliarkan
03/02/25
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung

Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI

Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam

Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka

Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet

Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan

Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah

Disebut Dapat ‘Bagian’ dari Perdagangan Sisik Trenggiling, Hakim Minta Kanit Polres Asahan Dipanggil

Serka Yusuf dan Serda Dani Jemput 1,2 Ton Sisik Trenggiling dari Polres Asahan di Malam Hari

Terdakwa Kasus 292,3 Kilogram Sisik Trenggiling Divonis Bebas!

Penyelundupan Ratusan Reptil Ilegal Berhasil Digagalkan di Pelabuhan Bakauheni

Muncul di Kuningan, BKSDA Sarankan Pengusiran Mandiri

Niagakan 165 Kilogram Sisik Trenggiling, 1 Tersangka Ditangkap dan Lainnya dalam Pengejaran

Persidangan Ungkap Fakta, 1,2 Ton Sisik Diduga Berasal dari Gudang Polres

Menyoroti Kaburnya Monyet di BPBD Kabupaten Tangerang dan Pentingnya Kesejahteraan Satwa Liar
