[caption id="attachment_21584" align="aligncenter" width="960"] Sejumlah rumah warga rusak akibat serangan dari kawanan gajah liar di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. | Sumber: TPFF[/caption]
Gardaanimalia.com - Konflik antara manusia dan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Kabupaten Bener Meriah akhir-akhir ini kian memuncak.
Satwa dilindungi tersebut kerap masuk permukiman dan perkebunan milik masyarakat. Hal ini membuat warga merasa waswas.
Tidak hanya berimbas pada tanaman di kebun warga, kawanan gajah liar juga sering masuk pekarangan sekolah di daerah tersebut.
Puncak interaksi negatif terjadi beberapa pekan lalu, saat masyarakat sering mendapati bangunan dan lahan rusak karena kedatangan mamalia bertubuh besar tersebut.
Merespons hal ini, kelompok pemuda yang tergabung dalam relawan Tim Penanganan Flora dan Fauna (TPFF) mengupayakan penggiringan terhadap gajah yang masuk permukiman.
Daerah Jelajah Gajah Terganggu
Ketua TPFF Muslim mengatakan, dirinya dan teman-teman sangat banyak menerima laporan gajah liar masuk kawasan penduduk. Ia menduga hal tersebut terjadi disebabkan daerah jelajah (home range) satwa lindung itu sudah terganggu. Menurutnya, keberadaan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan sawit menjadi penyebab konflik satwa dan manusia terjadi. Alih fungsi hutan menjadi rumah, dan tempat mencari makan satwa kini disulap menjadi perkebunan sawit. "Dulu, kita masyarakat Desa Karang Ampar tidak pernah merasakan berkonflik dengan satwa. Sampai akhirnya perusahaan-perusahaan sawit masuk dan memicu konflik terjadi," ungkap Muslim, Jumat (1/12/2023). Ia menjelaskan, perusahaan sawit tidak berada di kawasan Kabupaten Aceh Tengah atau Bener Meriah. Namun, HGU berada dalam wilayah Kabupaten Bireun dan Pidie Jaya. Akan tetapi, karena home range di kawasan tersebut terganggu, akhirnya gajah mencari jalan dan masuk ke kawasan permukiman di Aceh Tengah dan Bener Meriah. "Saya dan beberapa tim patroli hutan pernah melakukan pemetaan home range gajah. Kami menemukan jalur lintas satwa itu mengelilingi hutan dari Kabupaten Pidie Jaya, Bireun, Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Aceh Utara," jelasnya. Ia berharap pemerintah bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak mengutamakan keberlangsungan ekosistem. Menurutnya, pemberian izin HGU di kawasan habitat satwa merupakan langkah yang sangat keliru.13 Tahun Konflik, Belum Ada Solusi
Ketua Forum Reje Kecamatan Rime Gayo Farid Wajdi menyampaikan, konflik manusia dan satwa di Bener Meriah kian masif dan sudah berlangsung selama 13 tahun tanpa penyelesaian yang jelas. Ia juga menyebutkan banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan imbas konflik yang terjadi. "Usia saya sudah 60 tahun dan baru 13 tahun terakhir ini saya merasakan konflik dengan gajah," kata Farid dalam konferensi pers di kantor Walhi Aceh, Kamis (30/11/2023). Lanjutnya, konflik tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di Kecamatan Rime Gayo. Namun, hampir seluruh Desa di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie Jaya, dan Aceh Utara. [caption id="attachment_21587" align="aligncenter" width="1600"]