Gardaanimalia.com - Aktivis dan ahli koneservasi macan tutul Agung Ghantar Kusumanto mengapresiasi tindakan masyarakat yang pertama kali melaporkan penemuan bangkai seekor macan tutul (Phantera pardus melas).
Sebelumnya, seekor bangkai ditemukan dalam kondisi tidak utuh di kawasan Gunung Lancang, tepatnya di Pangangonan Tanah Carik, Desa Cikondang, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut pada Rabu (4/6/2025).
“Tim kami juga sudah mengecek ke lokasi itu dan keadaannya sesuai dengan yang diberitakan. Menurut saya sudah bagus masyarakat lapor dan ditindaklanjuti,” ujar Ganthar ketika dihubungi Garda Animalia, Rabu (4/6/2025).
Bhabinkamtibmas Desa Cikondang, Aipda Erik Ade Putra, bersama tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah V Garut dan Bandung segera mengambil tindakan usai jasad satwa itu dilaporkan masyarakat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal oleh tim BKSDA, macan tutul betina tersebut diperkirakan berumur sekitar dua tahun dengan tinggi 65 sentimeter, panjang 1,20 meter, dan berat antara 40-50 kilogram.
Dari kondisi yang ditemukan, diperkirakan satwa malang tersebut telah mati sejak 7 hingga 10 hari sebelumnya. Tubuhnya sudah membusuk, menyisakan tulang dan sebagian kulit.
Penyebab kematian diduga akibat terjerat kawat sling—bekas kawat kopling sepeda motor—yang dipasang secara ilegal oleh oknum tak bertanggung jawab.
Diketahui, jerat tersebut biasanya digunakan untuk menangkap hama babi hutan yang sering merusak kebun warga.
Menurut Ganthar, kasus macan tutul yang kena jeratan babi sepertinya merupakan kasus yang cukup umum.
Alumni Program Studi Biologi, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini meyakini kasus yang terlaporkan jumlahnya jauh lebih sedikit dari seluruh kejadian yang sebenarnya. Seperti fenomena gunung es, tuturnya.
Ia berkata, dari sekian banyak kasus kematian macan tutul yang berkaitan dengan aktivitas manusia, mungkin kasus jeratlah yang paling banyak terjadi.
Seingat Ganthar, setidaknya pernah terjadi 2 kasus di Blok Purbalingga, 5 kasus di wilayah Garut, dan 5 kasus daerah Sukabumi-Cianjur.
Ada beberapa individu yang berhasil selamat meski sempat terjerat sling, di antaranya adalah macan tutul “Aceng” di Gunung Karang, Banten sekitar 2009 dan macan tutul “Purbaya” di Hutan Lindung Kamojang, Garut pada 2022.
Ia berpendapat, solusi untuk mengatasi kasus ini tidak sederhana. Secara serial, perlu dikuatkan penyadartahuan tentang kehadiran macan sebagai aset masyarakat dalam menjaga kesehatan lingkungan dan daya dukungnya.
Hal itu harus sepaket dengan ketentuan hukum dan peraturan terkait, katanya melanjutkan.
“Lalu, juga harus ada jaringan komunikasi yang cukup cepat tanggap ketika ada laporan masyarakat tentang satwa liar seperti ini… di satu daerah ini perlu berjalan dengan cukup komprehensif. Secara paralel hal-hal itu setidaknya harus berjalan di semua tapak sekitar habitat di Pulau Jawa,” papar Ganthar.
Sementara Kapolsek Cisompet, AKP H. Misno Winoto, dalam keterangannya mengimbau masyarakat agar tidak memasang jerat, terutama di kawasan yang dekat dengan habitat satwa liar.
Misno mengingatkan warga untuk tidak memasang jebakan yang bisa membahayakan satwa langka.
“Tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, tapi juga mengancam keseimbangan ekosistem,” tegasnya.
Untuk keperluan penyelidikan lebih lanjut, bangkai macan tutul tersebut telah diamankan oleh tim BKSDA dan dimasukkan ke dalam dua kotak penyimpanan khusus untuk diperiksa lebih lanjut.
Penulis: Irvan Sjafri
Foto: Polres Garut