Gardaanimalia.com – Dalam satu minggu terakhir, tercatat dua kasus kematian dugong (Dugong dugon) terjadi di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Kejadian ini dijelaskan oleh Ketua Pokdarwis Cempedak Jaya Hartono ketika dihubungi Garda Animalia, Selasa (19/6/2025).
Peristiwa pertama kematian mamalia laut ini terjadi Legun Belanda, dekat Pulau Cempedak, Desa Kendawangan Kiri, Kecamatan Kendawangan pada Sabtu (15/6/2025).
Dugong ditemukan oleh nelayan setempat bernama Nurayu yang memasang jaring ikan pada pukul 17.00 WIB. Saat akan mengangkat jaring pukul 20.00 WIB, dia merasa ada sesuatu yang tersangkut di jaringnya.
“Pak Nurayu panik kenapa jaringnya tiba-tiba ada seperti gumpalan. Tidak lama kemudian, beliau melihat satu ekor duyung dalam kondisi tidak bernyawa,” cerita Hartono.
Tiga jam kemudian, Nurayu melaporkan keberadaan satwa dilindungi tersebut kepada Hartono dan seorang anggota Pokmaswas lainnya.
Keesokan harinya, Minggu (16/6/2025), tim gabungan yang terdiri dari Yayasan WeBe, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), LANAL Ketapang melalui Tim Pos TNI AL Kendawangan, Pokmaswas Cempedak Lestari, Pokdarwis Cempedak Jaya, Polairud Kendawangan, serta perwakilan dari Kecamatan Kendawangan dan Pemerintah Desa Kendawangan Kiri berangkat dari markas Lanal ke Pulau Cempedak untuk melakukan penanganan.
Dugong tersebut diketahui berjenis kelamin betina, memiliki panjang 210 sentimeter dan berat lebih dari 150 kilogram.
Tak hanya itu, Hartono menjelaskan, penanganan juga meliputi pengambilan sampel tubuh berupa jantung, hati, daging dan kulit, dan beberapa organ lainnya.
Nekropsi (tindakan pembedahan pada hewan yang sudah mati) dilakukan oleh dokter hewan Komara dari YIARI, dibantu oleh anggota Lanal Ketapang dan masyarakat setempat. Hasilnya, ditemukan ada perubahan pada organ paru-paru dugong.
drh. Komara menjelaskan bahwa ada kemungkinan bahwa dugong dalam kondisi stres.
“Selama dugong tenang dan tidak stres, dugong bisa bertahan untuk ambil napas. Seharusnya chance selamatnya besar. Kalau sedang ada gelombang pasang biasanya yang riskan,” ujar drh. Komara.
Mendukung pernyataan tersebut, Ketua Yayasan WeBe Konservasi Ketapang, Setra Kusumardana menduga kematian dugong terjadi bukan karena adanya penangkapan, melainkan dugong tidak sengaja terjebak jaring dalam kondisi tidak sehat sehingga sulit untuk lepas.
"Ada dugaan dari kami, kemungkinan dugong dalam keadaan lemah sehingga tidak mampu melepaskan diri dari jaring. Karena sebelumnya, pernah ada dugong yang terkena pukat, namun berhasil melepaskan diri," jelas Setra.

Temuan Dugong Kedua di Minggu yang Sama
Selang beberapa hari, tepatnya pada Rabu (18/6/2025), kembali ditemukan dugong dalam kondisi mati karena tak sengaja tersangkut jaring nelayan
Pada penemuan kedua ini, dugong teridentifikasi berjenis kelamin jantan dengan berat kurang lebih 50-60 kilogram dan diameter 1,80 sentimeter.
Setra menjelaskan bahwa Yayasan WeBe menerima informasi dari Camat Kendawangan bahwa masyarakat sekitar menemukan seekor dugong mati terdampar di pantai.
Tim gabungan yang terdiri dari dokter hewan, Pokmaswas, Pos TNI AL Kendawangan dan pihak lainnya langsung menuju lokasi untuk melakukan pemeriksaan.
Ia menjelaskan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dugong tersebut sudah mati sekitar dua hari sebelumnya, dengan kondisi pembusukan yang lebih parah dibandingkan kasus pertama. Faktor kematiannya diduga sama dengan dugong pertama.
"Yang menarik dari dua kasus ini, kami tidak menemukan bekas jerat jaring pada tubuh dugong. Padahal, dugong yang sehat biasanya akan meronta saat terjerat sehingga akan meninggalkan bekas luka di tubuhnya. Pada dugong yang ditemukan kali ini, justru tampak adanya luka lama, kemungkinan akibat terkena karang atau alat tangkap nelayan,” ujarnya.
Setelah nekropsi selesai, kedua bangkai dugong tersebut sudah dikuburkan di kawasan Mako Lanal Ketapang agar nanti kerangkanya dapat dimanfaatkan untuk edukasi dan penelitian.
Penguburan dugong pertama dilakukan pada Rabu (18/6/2025), sedangkan dugong kedua pada Kamis (19/6/2026).

Ancaman Kelangkaan Dugong di Kalimantan Barat
Dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh Yayasan WeBe, terdapat dua ancaman utama terhadap kelangsungan hidup dugong di Kalbar.
Pertama, penggunaan alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan, terutama jaring yang dipasang di area padang lamun. Jaring ini kerap menjadi perangkap yang membahayakan dugong, membuat mereka terluka atau bahkan mati saat mencoba melepaskan diri.
Ancaman kedua datang dari menurunnya kualitas padang lamun, habitat utama sekaligus sumber pakan bagi dugong. Penurunan padang lamun diduga kuat berkaitan dengan aktivitas industri yang berkembang di sekitar pesisir.
“Saat ini, kami tengah melakukan kajian lebih lanjut untuk mendapatkan data yang lebih komprehensif mengenai kondisi ekosistem padang lamun,” lanjut Setra.
Menghadapi situasi tersebut, berbagai langkah konservasi telah dilakukan. Mulai dari edukasi kepada para nelayan terus digalakkan agar mereka tidak memasang jaring di kawasan padang lamun, hingga patroli dan pengawasan bersama Pokmaswas yang rutin dilakukan untuk memantau praktik penangkapan ikan di wilayah yang rawan terhadap interaksi dengan dugong.
“Kami berharap tidak ada lagi insiden kematian dugong yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Dengan peran serta masyarakat pesisir dan kesadaran akan pentingnya menjaga ekosistem laut, dugong bisa terus dilestarikan sebagai aset dan kebanggaan Ketapang,” harapnya.
Foto sampul: Dok. Pokdarwis Cempedak Jaya
Penulis: Nadaa