[caption id="attachment_16395" align="aligncenter" width="900"] Ilustrasi babirusa yang terpantau keberadaannya di Pulau Buru, Maluku, melalui pemasangan kamera jebak sejak April hingga Juni 2021. | Foto: Dok. KLHK/BKSDA Maluku[/caption]
Gardaanimalia.com - Asal usul satwa liar di antaranya anoa dan babirusa yang diperdagangkan di pasar tradisional, kini tengah dilacak oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Kepala BKSDA Sulawesi Utara, Askhari Dg. Masikki menyebut, berdasarkan temuan lapangan, pihaknya masih mendapati anoa dan babirusa diperdagangkan.
"Berdasarkan survei dan penelitian, kami masih temukan satwa endemik tersebut dijual di pasar tradisional," paparnya, Selasa (8/11).
Dirinya mengaku, pihak BKSDA belum mengetahui secara pasti dari mana kedua satwa endemik itu berasal. Apakah dari wilayah Sulawesi Utara atau luar wilayah.
Lebih lanjut, Askhari mengatakan, bahwa sebagian besar konsumsi daging satwa liar yang masuk ke wilayah mereka berasal dari luar Sulawesi Utara.
"Daging satwa liar yang masuk ke sini berasal dari Kendari (Sulawesi Tenggara), Palu (Sulawesi Tengah), dan Sulawesi Selatan," terang Askhari.
Dirinya memberikan contoh, belum lama ini BKSDA bersama tim terkait menurunkan tim patroli guna menjaga jalur perbatasan yang masuk wilayah Sulawesi Utara.
Menurutnya, dalam patroli tersebut, pihak BKSDA menemukan potongan-potongan daging satwa liar yang sudah mati. Di antaranya kelelawar, ular piton, dan babirusa, yang jumlahnya sekitar empat ton.
"Kasus babirusa sementara kami proses hukum karena termasuk satwa dilindungi. Kami sementara mencari tahu asal dari satwa liar dilindungi tersebut," kata Askhari.
Berita
BKSDA Sulut Deteksi Penjualan Anoa dan Babirusa di Pasar Tradisional
9 November 2022|By Garda Animalia


Garda Animalia
Belum ada deskripsi