Gardaanimalia.com - Bahkan burung yang berada di alam bebas, tak luput dari pengaruh aktivitas manusia.
Pasalnya, sampah plastik yang kerap sekali pakai dari berbagai barang kebutuhan manusia dapat terpecah menjadi serpihan kecil dengan ukuran sama atau kurang dari lima milimeter, yang disebut mikroplastik, berpengaruh terhadap kehidupan burung di alam liar.
Sejumlah penelitian awalnya menyebutkan, mikroplastik akibat masifnya polusi sampah hanya berdampak pada satwa sungai dan laut, mulai dari ikan hingga kerang. Jika ikan atau kerang itu dikonsumsi manusia, maka dampak kesehatannya tinggal menunggu waktu.
Nah, beberapa penelitian anyar pada awal 2025 mengungkapkan bahwa efek mikroplastik bukan hanya berdampak pada satwa yang hidup di sungai dan laut, tetapi juga burung yang terbang berpindah-pindah.
Peneliti dari Universitas Tasmania menuturkan bahwa anak burung laut yang menelan partikel-partikel ini mengalami kerusakan otak, mirip penyakit manusia, yaitu Alzheimer atau pikun.
Analisis para peneliti menemukan burung puffin muda (sable shearwater, Puffinus sp.) atau beo laut yang melakukan perjalanan migrasi antara Pulau Lord Howe di Australia dan Jepang terkontaminasi mikroplastik. Efeknya, ditemukan kerusakan pada lapisan perut, pecahnya sel, dan neurodegenerasi atau penurunan fungsi otak.
Peneliti memeriksa puluhan anak burung yang menghabiskan 90 hari di liang mereka ternyata diberi makan sampah plastik oleh induknya secara tak sengaja hingga menumpuk di perut. Pada burung muffin, kerusakan bahkan mencapai hati dan ginjal.
Sayangnya, berbagai efek ini baru diketahui sekarang padahal burung sudah terdampak mikroplastik sejak 1960-an. Namun, pada waktu itu penelitian terkait efek plastik hanya fokus pada fakta bahwa burung sangat kurus, kelaparan, terdampar di pantai dan dalam kondisi yang tidak baik.
“Kami ingin memahami kondisi burung yang telah mengonsumsi plastik tetapi tampak sehat," kata Alix de Jersey, mahasiswa PhD dari Fakultas Kedokteran Universitas Tasmania, yang memimpin penelitian tersebut, dikutip dari The Guardian.
Peneliti juga menemukan pola protein yang sangat mirip pada manusia yang menderita Alzheimer atau Parkinson.
Ini hampir setara dengan anak kecil yang menderita Alzheimer, “Burung-burung ini benar-benar menderita dampak dari plastik, terutama pada kesehatan otak saraf mereka,” kata de Jersey.
Burung puffin termasuk spesies burung yang paling terdampak oleh polusi plastik. Penelitian sebelumnya menemukan lebih dari 400 lembar serpihan plastik pada seekor anak burung puffin. Kadar plastik tersebut terkadang mencapai 5-10 persen dari berat total tubuhnya.
"Ini hampir seperti hukuman mati bagi anak burung ini, yang sangat disayangkan karena mereka terlihat sangat bugar dan sehat. Namun, mengetahui kondisi tubuh mereka sebelum memulai migrasi, cukup sulit untuk membayangkan bahwa mereka akan berhasil sampai ke daerah tujuan," pungkas de Jersey.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa kurang dari 60 perusahaan multinasional bertanggung jawab atas lebih dari setengah polusi plastik dunia, dengan enam perusahaan bertanggung jawab atas seperempatnya.
Mikroplastik juga Bersarang di Paru-Paru Burung
Penelitian dari Universitas Tasmania memperkuat penelitian sebelumnya dari Universitas Texas di Arlington yang menemukan serpihan mikroplastik melayang di udara ternyata bersarang di paru-paru burung.
Salah seorang peneliti Shane DuBay, asisten profesor biologi di UTA yang mempublikasikan studinya di Journal of Hazardous Materials mengatakan bahwa burung dipilih untuk penelitian ini karena mereka ditemukan di hampir setiap sudut dunia dan sering berbagi lingkungan dengan manusia.
DuBay menyampaikan, burung berfungsi sebagai indikator penting kondisi lingkungan. Mereka membantu manusia memahami keadaan lingkungan dan membuat keputusan yang tepat tentang konservasi dan pengendalian polusi.
Tim DuBay mempelajari 56 burung liar dari 51 spesies berbeda, semuanya diambil sampelnya dari Bandara Tianfu di Tiongkok bagian barat. Mereka mengumpulkan sampel paru-paru dari setiap burung dan melakukan dua jenis analisis kimia.
Peneliti menggunakan laser direct infrared technology untuk mendeteksi dan menghitung mikroplastik di paru-paru. Penelitian ini—menggunakan kromatografi gas pirolisis-spektrometri—bahkan mendeteksi serpihan yang lebih kecil, disebut nanoplastik, yang dapat masuk ke paru-paru melalui aliran darah.
Secara bersamaan, pengujian tersebut memungkinkan para ilmuwan untuk mengukur jumlah plastik di paru-paru burung dan menentukan jenis plastiknya.
Penelitian tersebut menemukan konsentrasi mikroplastik yang tinggi di paru-paru burung, dengan rata-rata 221 partikel per spesies dan 416 partikel per gram jaringan paru-paru.
Itu artinya, burung menghirup mikroplastik dalam jumlah besar ke dalam paru-paru mereka—dan, kemungkinan besar, kita juga, dengan dampak yang tidak jelas pada kesehatan kita.
Jenis plastik yang paling umum diidentifikasi adalah polietilena terklorinasi, yang digunakan untuk mengisolasi pipa dan kabel, dan karet butadiena, bahan sintetis dalam ban.
Meskipun tidak ada tingkat partikel plastik "aman" di jaringan paru-paru, tingkat mikroplastik yang tinggi telah dikaitkan dengan kondisi kesehatan yang serius, termasuk penyakit jantung, kanker, masalah pernapasan, dan masalah kesuburan.
"Penelitian kami menyoroti kebutuhan mendesak untuk mengatasi polusi plastik di lingkungan kita, karena kontaminan ini dapat berdampak luas pada kesehatan ekosistem, serta kesehatan manusia," kata DuBay dari Phys.org.
Penelitian terkait dampak mikroplastik juga dilakukan di Turki. Hatice Hale Tatlı, Arif Parmaksız, Adil Uztemur, Abdullah Altunışık dalam studinya bertajuk “Microplastic accumulation in various bird species in Turkey“ yang dimuat dalam Jurnal Environmental Toxicology and Chemistry pada 6 Januari 2025 mengungkapkan mikroplastik terdeteksi di 50 persen spesimen dari 12 spesies burung, mulai dari berbagai jenis elang, bangau dan burung hantu.
Kelimpahan mikroplastik meningkatkatkan berat burung. Akumulasi mikroplastik pun ditemukan pada burung yang lebih besar seperti elang.
Pertanyaannya, bagaimana bisa burung terkontaminasi mikroplastik yang berasal dari sampah sadel sepeda, sarung tinju, helem bantalan koki, sepatu ski air?
Hal ini bisa terjadi karena ada burung yang mengonsumsi langsung, tetapi ada juga yang memangsa hewan yang terkontaminasi, seperti ular dimakan elang.
Sebuah studi yang dirilis di jurnal ilmiah Science Advances pada 2017 menyebutkan, sampah laut telah membahayakan lebih dari 800 jenis satwa; 40 persen mamalia laut dan 44 persen burung-burung laut.
Berdasarkan sejumlah estimasi, sampah seperti botol dan gelas plastik, dan kantong plastik yang umumnya ditemukan di lautan adalah wadah-wadah instan yang hanya digunakan satu kali.
Jika hal ini terus berlangsung, jumlah plastik akan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan pada 2050, dan sekitar 99 persen burung-burung air akan mengonsumsi plastik.
Peneliti dari organisasi kajian ekologi dan lahan basah (Ecoton) yang berbasis di Gresik, Jawa Timur Rafika Aprillianti mengungkapkan lembaganya baru menemukan dampak mikroplastik pada ikan dan belum menemukan pada burung. Namun, lembaga ini sudah pernah meneliti udara di Jawa Timur yang terkontaminasi mikroplastik.
“Burung otomatis menelan mikroplastik, karena merupakan habitatnya, dan dampak mikroplastik tidak hanya pada ikan tapi pada organisme lainnya salah satu burung juga, tanaman, bahkan manusia,” ujar Rafika ketika dihubungi Garda Animalia, 17 Maret 2025.
Penulis: Irvan Sjafri
Foto: Meskipun tempak sehat, burung puffin bisa menderita penyakit akibat kontaminasi plastik pada makanannya. | Alix de Jersey