Seri Macan Tutul Jawa: Mengamati Macan Tutul dari Prau sampai Sanggabuana

Gardaanimalia.com - Pernahkah anda membayangkan tidur bertetangga dengan macan tutul (Panthera pardus melas) di hutan?
Ini bukan cerita film. Fotografer, peneliti hidupan liar, dan Dewan Pembina Yayasan Konservasi Gunung Prau Bernard T. Wahyu Wiryanta pernah mengalaminya saat berada di Gunung Prau.
“Pernah pas malam tidur di atas pohon, di paku sarang burung (Kadaka), ketinggian pohon lebih dari 10 meter, di pohon seberang ada macan tutul lagi tidur,” tutur Bernard ketika dihubungi Garda Animalia, Kamis (20/3/2025).
Namun, Bernard bertutur bahwa pada dasarnya macan tutul cenderung menghindari manusia. Satwa ini lebih memilih menyingkir atau kabur duluan.
Perjalanan Bernard di Gunung Prau didorong keingintahuan: apakah masih ada macan tutul jawa di kawasan ini? Ia pun mengaku ingin mempelajari perilaku javan leopard itu.
Ia mengaku sulit merekam macan tutul jawa dengan kamera DSLR. Langkah berikutnya, ia kemudian memasang camera trap untuk mendapat foto dan video, terutama perilaku macan tutul.
Bagi Bernard, hutan adalah laboratorium hidup untuk mempelajari macan tutul jawa. Tidak ada duka baginya ketika sedang asyik mempelajari top predator yang masih tersisa di Pulau Jawa ini.
“Sekalipun secara intens, tapi kami mulai bergiat di Gunung Prau secara serius sejak 2005, kemudian secara bersama-sama dengan teman-teman di lereng Prau melakukan kegiatan konservasi di sana. [Kegiatan] tempat terputus karena harus berkeliling Indonesia dan mengurus kegiatan lain di luar Pulau Jawa,” ujar pria yang jatuh hati pada dunia konservasi ini.
Pada 2024, di peta kerja seluas 56 ribu hektar, Bernard dan timnya berkolaborasi dengan tim Java-Wide Leopard Survey (JWLS) yang dipimpin oleh Sintas.
Mereka memasang 160 kamera di 80 grid, dan sebagian besar merekam macan tutul jawa. Beberapa individu terekam bersama pasangannya, ada juga yang sedang mengasuh anak.
Jumlah pasti individu macan tutul jawa masih perlu menunggu laporan dari Tim JWLS setelah semua landscape selesai disurvei pada pertengahan 2026.
Survei bukan hanya di Gunung Prau saja, tetapi di Landscape Gunung Prau–Petungkriyono.
Berapa pun jumlah populasi yang berhasil didata nanti, upaya konservasi harus segera dilakukan karena landscape ini adalah area hutan di luar kawasan konservasi.
Sangat jarang ada laporan konflik macan tutul jawa dengan manusia di Jawa Tengah. Hal ini dapat menunjukkan bahwa memang tidak ada konflik atau ada konflik yang tidak dilaporkan.
Minimnya konflik dengan manusia karena vegetasi dan tutupan lahan, serta preferensi satwa mangsa masih berlimpah sehingga macan tutul tidak turun ke permukiman manusia.
Selain di Gunung Prau-Petungkriyono, bersama dengan JWLS, Bernard juga ikut melakukan survei macan tutul jawa di Tangkuban Parahu Burangrang, Merapi, dan Merbabu.
Sebelumnya, mereka juga melakukan survei di Gunung Ungaran, Sindoro-Sumbing dan Dieng, Slamet, beberapa landscape di Banten, Halimun Salak, dan Gede Pangrango.
Sementara, di Sanggabuana, Bernard dan timnya sekaligus mendata keanekaragaman hayati sejak tahun 2020 sampai sekarang.
Dengan bantuan Yayasan Sintas, tahun ini timnya melakukan survei populasi dan preferensi satwa mangsa macan tutul supaya mendapat data akurat populasi dan persebarannya di Sanggabuana.
Sejak pertama masuk dan berkegiatan di Sanggabuana pada 2020, ia langsung menemukan jejak-jejak yang berlimpah, mulai dari kaisan (cakaran tanah), cakaran pohon, dan kotoran (feses) hingga foto macan tutul jawa yang ditembak pemburu.
“Selanjutnya oleh masyarakat sering dimintai tolong untuk menangani konflik macan tutul di sekitaran Sanggabuana. Tahun 2021, waktu itu bareng Pak Dedi Mulyadi dan Ahmad Munawir, sekarang Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi Kemenhut sempat memasang camera trap untuk macan tutul,” ungkap pria kelahiran 1978 ini.
Saat melakukan survei populasi owa jawa bersama Kostrad dan Astra Otopart Group pada akhir tahun lalu, ia dan timnya sempat bertemu macan tutul secara visual. Dua tim masing masing bertemu berhadap-hadapan.
“Tim saya hanya berjarak sekitar 6 meter. Dan satu tim lagi bertemu macan tutul yang sedang fokus menyerang lutung, hanya dalam jarak sekitar 3 meter. Manusia dan macan sama-sama kaget, sama-sama melarikan diri,” tuturnya.
Seperti halnya di Gunung Prau, jumlah pasti macan tutul di Sanggabuana masih menunggu sekitar enam bulan lagi, setelah survei populasi bersama Sintas menggunakan metode pemasangan camera trap dan analisa genetik dari feses selesai dilakukan.
“Tapi perkiraan dari rekaman camera trap yang kami pasang sebelumnya, dari 2021 sampai 2024, perkiraan sekitar 5 sampai 10 individu, Tapi dari perjumpaan langsung dan jejak ketika konflik banyak ditemukan individu baru anakan dan remaja. Ini sangat menggembirakan,” ungkap pendiri Sanggabuana Conservation Foundation dan Sanggabuana Wildlife Ranger.
Berbeda dengan di Gunung Prau, konflik sering terjadi di Sanggabuana. Rata-rata menyerang ternak domba dan kambing warga yang dipelihara, baik di kandang maupun yang diumbar di kebun dekat hutan, atau yang sengaja dipelihara di hutan.
Namun, rata-rata konflik macan tutul di Sanggabuana tampaknya bukan karena kehabisan pakan sehingga satwa liar itu memangsa ternak warga. Konflik lebih banyak terjadi karena simulasi--induk yang sedang mengajari anak-anaknya berburu.
“Karena untuk belajar, kalau langsung ke satwa liar menyulitkan anak-anak atau macan tutul remaja, jadi oleh induknya digiring ke kawanan ternak masyarakat di hutan atau di pinggiran hutan,” tutupnya.
Bernard T. Wahyu Wiryanta dan aktivitasnya di hutan. | Foto: Dokumentasi pribadi
Optimisme dari Konservasi Macan Tutul Jawa

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa
29/04/25
Muncul di Kuningan, BKSDA Sarankan Pengusiran Mandiri
22/04/25
Seri Macan Tutul Jawa: Agung Ganthar Kusumanto, Macan Tutul itu Keren!
16/04/25
Seri Macan Tutul Jawa: Mengamati Macan Tutul dari Prau sampai Sanggabuana
15/04/25
Jejak Karnivor Besar Terlacak di Gua dan Lokasi Konflik
07/06/24
Masih Muda, Macan Tutul Jawa Terekam di Hutan Sanggabuana
21/06/23
Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung

Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI

Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam

Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka

Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet

Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan

Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah

Disebut Dapat ‘Bagian’ dari Perdagangan Sisik Trenggiling, Hakim Minta Kanit Polres Asahan Dipanggil

Serka Yusuf dan Serda Dani Jemput 1,2 Ton Sisik Trenggiling dari Polres Asahan di Malam Hari

Terdakwa Kasus 292,3 Kilogram Sisik Trenggiling Divonis Bebas!

Penyelundupan Ratusan Reptil Ilegal Berhasil Digagalkan di Pelabuhan Bakauheni

Muncul di Kuningan, BKSDA Sarankan Pengusiran Mandiri

Niagakan 165 Kilogram Sisik Trenggiling, 1 Tersangka Ditangkap dan Lainnya dalam Pengejaran

Persidangan Ungkap Fakta, 1,2 Ton Sisik Diduga Berasal dari Gudang Polres

Menyoroti Kaburnya Monyet di BPBD Kabupaten Tangerang dan Pentingnya Kesejahteraan Satwa Liar
