[caption id="attachment_16941" align="aligncenter" width="767"] Ilustrasi satwa liar yaitu rusa bawean atau dalam bahasa ilmiah disebut Axis kuhlii. | Foto: Mh Badrut Tamam[/caption]
Gardaanimalia.com - Situasi terancamnya satwa liar di dunia saat ini sangatlah mengkhawatirkan. Sedikitnya, menurut data International Union for Conservation of Nature (IUCN) risiko kepunahan global terjadi pada 26 persen spesises mamalia, 14 persen burung, 41 persen amfibi, 37 persen hiu dan pari, 33 persen terumbu karang, dan 34 persen konifer.
Indonesia sebagai negara dengan salah satu keragaman flora dan fauna terbanyak juga tak luput dari bayangan mengerikan risiko kepunahan.
IUCN memperoleh angka yang cukup besar untuk status keterancaman konservasi kehidupan liar di Indonesia. Terdapat sekitar 2.083 spesies berisiko punah, dengan 1.020 spesies di antaranya berstatus endemik.
Jika dilihat lebih lanjut, ada 1.085 spesies (52,1%) berstatus rentan (vulnerable), 640 spesies (30,7%) dengan status terancam (endangered), serta 358 spesies (17,2%) dalam kondisi kritis (critically endangered).
Lebih rinci, 2.083 spesies tersebut terdiri dari 856 spesies flora dan 1.225 spesies fauna. Pada fauna, ada 132 spesies mamalia, 108 spesies burung, 24 spesies amfibi, dan 19 spesies reptil. Selebihnya adalah kelompok lain yang kondisinya juga terancam.
Jika ditinjau dari segi habitatnya, terdapat sekitar 1.396 spesies (56,8%) terestrial, 449 spesies (18,3%) air tawar, dan 408 spesies (16,6%) laut.((https://www.iucnredlist.org/))
Pertanyaan berikutnya adalah, setelah kita mengetahui situasi keterancaman satwa liar di dunia maupun Indonesia, adakah upaya konservasi untuk menyelamatkan dan menjaga mereka agar tetap lestari?
Sesungguhnya, telah banyak usaha yang dilakukan berbagai pihak untuk merawat lingkungan hidup. Salah satunya adalah bentuk kampanye-kampanye, edukasi formal, ataupun dalam bentuk peringatan-peringatan.
Namun, terkadang gerakan dan peringatan hanya sekadar "dirayakan" tanpa memberikan makna substantif dengan gambaran situasi.
Mari kita melirik ke peringatan 4 Desember sebagai Hari Konservasi Kehidupan Liar Sedunia (World Wildlife Conservation Day). Supaya tak sekadar peringatan tanpa isi, penulis akan mengajak pembaca agar dapat dengan mudah memaknai Hari Konservasi Kehidupan Liar Sedunia.
Secara singkat, penetapan peringatan ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dunia tentang spesies yang terancam punah karena perburuan, perdagangan, dan faktor lainnya.
Mantan Menteri Luar Negeri, Hillary Clinton sebagai inisiator 4 Desember pernah berbicara pada acara Seminar Departemen Luar Negeri tentang perdagangan dan satwa liar. Ia mengungkapkan, bahwa salah satu masalah dunia saat ini adalah perdagangan satwa liar.((https://kehati.or.id/menyelamatkan-yang-sudah-sedikit-menjaga-yang-masih-banyak/))
Sampai sekarang pun perdagangan satwa liar masih menjadi momok yang seolah menggiring mereka menuju garis kepunahan. Juga menambah keprihatinan, kemerosotan habitat asli satwa liar akibat perebutan ruang dengan pembangunan yang tengah digencarkan.
"Hewan liar tidak dapat dipabrikasi, dan sekali dia hilang, maka dia tidak bisa diciptakan kembali. Siapa yang mengambil keuntungan dari tindakan ilegal ini tidak hanya merusak perbatasan dan ekonomi kita, mereka juga mencurinya dari generasi mendatang," ujar Hillary Clinton pada 8 November 2012.((https://www.kabaralam.com/konservasi/pr-5935882944/diperingati-setiap-4-desember-ini-tokoh-yang-menginisiasi-peringatan-hari-konservasi-kehidupan-liar))
Pernyataan Hillary Clinton ingin melecutkan kembali ingatan kita bahwa keanekaragaman flora dan fauna perlu kita jaga dan perhatikan kelestariannya.
Kita juga perlu memahami pentingnya keberadaan satwa liar secara ekologi dan biologi. Jika dalam kondisi tidak seimbang, maka akan berpengaruh terhadap siklus dan interaksi setiap makluk hidup di muka bumi.
Maraknya Domestikasi Satwa Liar
[caption id="attachment_16942" align="aligncenter" width="1080"]