[caption id="attachment_19099" align="aligncenter" width="960"] Burung migran di Danau Limboto, Gorontalo. | Foto: World Migratory Bird Day[/caption]
Gardaanimalia.com - Lebaran sudah usai. Orang-orang sudah kembali ke kesibukan mereka masing-masing. Kota lagi-lagi semarak, sedangkan jalan-jalan pedesaan kembali lengang.
Di langit, arus mudik juga baru tuntas. Para pemudik langit itu sebelumnya datang dari tempat yang begitu jauh, di mana hujan turun dalam bentuk es dan danau membeku di musim salju.
Mereka adalah burung-burung migran, perantau lintas benua. Saat ini mereka sudah kembali ke utara. Musim panas siap menyambut di sana. Mereka akan berkembang biak dan menabung asupan nutrisi untuk kembali lagi ke selatan pada musim dingin selanjutnya.
Dari ratusan spesies, perjalanan paling fantastis barangkali dilakukan oleh biru-laut ekor-blorok (Limosa lapponica) atau bar-tailed godwit.((Bizarre Beasts. 2022. The World’s Longest Non-Stop Flight.)) Mereka berumah di perbatasan utara Bumi–semenanjung Skandinavia, taiga Siberia, pesisir Alaska.
Sarang mereka disembunyikan bilah-bilah rumput pada padang yang langsung menghadap laut. Di musim panas, tundra itu hijau dan pantainya dilimpahi kerang dan kepiting, kudapan favorit godwit.
Namun, di penghujung tahun suhu jatuh jauh di bawah titik beku. Langit menggelap. Di beberapa tempat, matahari tidak akan terbit selama berbulan-bulan. Tak ada alasan untuk tinggal. Terbanglah para godwit ke selatan.
Yang bukan sekadar selatan. Tak tanggung-tanggung, beberapa subspesies godwit mengelana sampai Selandia Baru. Dibelahnya Samudra Pasifik ketika masa migrasi tiba. Sejarak 12.000 kilometer! Jika seseorang bekerja di Sabang dan mudik ke Merauke, jarak yang dia tempuh hanya 5.100 kilometer. Tidak sampai setengah yang dilalui para godwit.
Tiga subspesies burung ini menyebut kepulauan Indonesia sebagai rumah kedua mereka. Alasannya kentara: hangat tidak pernah minggat dari Nusantara. Garis pantainya juga begitu panjang dan makanan melimpah di mana-mana. Tidak aneh kalau Indonesia menjadi destinasi bukan hanya bagi godwit, tapi juga bagi berbagai spesies burung migran.
[caption id="attachment_19103" align="aligncenter" width="1600"]
Jalur migrasi lima subspesies Limosa lapponica. Wilayah berwarna biru adalah lokasi tinggal para burung selama musim dingin di belahan Bumi utara. Tiga subspesies, L. lapponica anadyrensis, L. lapponica baueri, dan L. lapponica menzbieri berdiam di Indonesia selama musim tersebut. | Foto: Wikimedia Commons[/caption]
Migrasi, Lalu Tak Kembali
Dalam hiruk pikuk rute migrasi burung dunia, Indonesia berada pada lokasi strategis, yaitu di bagian selatan rute East Asian Flyways (EAF), salah satu rute migrasi dengan variasi spesies burung paling beragam di dunia.((Yong, D.L., Heim, W., Chowdhury, S.U., dkk. 2021. “The State of Migratory Landbirds in the East Asian Flyway: Distributions, Threats, and Conservation Needs”. Frontiers in Ecology and Evolution. 9:613172.)) Terbukti, Kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi) merupakan wilayah dengan jumlah burung migran terbesar bagi EAF di luar daerah Indocina dan Semenanjung Malaya. Burung migran di Indonesia Timur pun tidak kalah melimpahnya. [caption id="attachment_19101" align="aligncenter" width="1205"]

Menambal Lubang Pengetahuan
Sayangnya, kita tidak pernah melihat mayoritas pengelanaan burung-burung migran karena sulitnya medan untuk melacak jalur terbang yang mereka tempuh. Selama ini, para peneliti hanya mengandalkan pendeteksi dari perwakilan para burung melalui pemasangan GPS, pengolahan citra satelit, atau pengamatan langsung di lapangan. Angkatan peneliti burung pun tidak banyak di Indonesia. Alhasil, banyak lubang-lubang dalam pengetahuan kita mengenai perilaku burung migran. Rute mana yang mereka ambil? Di mana mereka singgah? Seberapa banyak subpopulasi yang bermigrasi dalam satu waktu? Apa peran ekosistem tertentu dalam kelangsungan migrasi burung? Apa peran migrasi burung dalam kelangsungan ekosistem tertentu?((Yong, D.L., Heim, W., Chowdhury, S.U., dkk. 2021. “The State of Migratory Landbirds in the East Asian Flyway: Distributions, Threats, and Conservation Needs”. Frontiers in Ecology and Evolution. 9:613172.)) Padahal, pengetahuan yang lengkap adalah jalan untuk menentukan arah konservasi yang akurat. Namun, walaupun kekurangan akademisi, ternyata negara ini memiliki banyak pengamat burung amatir–para orang yang gemar mengidentifikasi burung yang berseliweran di kebun belakang rumah atau yang kebetulan hinggap di pohon-pohon pekarangan. Muncullah cara baru untuk memetakan persebaran burung-burung migrasi. Perkenalkan: citizen scientist atau peneliti warga. Hari ini, para pengamat burung di seluruh Indonesia dapat berkontribusi dalam memetakan persebaran burung, termasuk burung-burung migrasi. Salah satu penyokong citizen scientist bagi persebaran burung adalah Burungnesia, aplikasi yang memuat data lokasi pengamatan burung di seluruh Indonesia. Anggotanya bukan hanya dapat melihat peta lokasi pengamatan, tapi juga memasukkan hasil amatan mereka sendiri.((Global Vision International. 2023. Bird Citizen Science: Contributing to Conservation Efforts One Sighting at a Time.)) [caption id="attachment_19102" align="aligncenter" width="1600"]